KEPRIBADIAN DAN TANGGUNG JAWAB GURU
PENDAHULUAN
Guru
sebagai tenaga pendidik yang tugas utamanya mengajar, memiliki karakteristik
kepribadian yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pengembangan sumber
daya manusia. Kepribadian disebut sebagai sesuatu yang abstrak, sukar dilihat
secara nyata, hanya dapat diketahui lewat penampilan, tindakan, dan atau ucapan
ketika menghadapi suatu persoalan.
Kepribadian
mencakup semua unsur, baik fisik maupun psikis. Sehingga dapat diketahui bahwa
setiap tindakan dan tingkah laku seseorang merupakan cerminan dari kepribadian
seseorang, selama hal tersebut dilakukan dengan penuh kesadaran. Setiap
perkataan, tindakan, dan tingkah laku positif akan meningkatkan citra diri dan
kepribadian seseorang.
Kepribadian
akan turut menentukan apakah para guru dapat disebut sebagai pendidik yang baik
atau sebaliknya. Sikap dan citra negatif dan berbagai penyebabnya seharusnya
dihindari oleh seorang guru. Para guru harus mencari jalan keluar atau solusi
mengenai cara meningkatkan kewibawaan dan dibutuhkan anak didik dan masyarakat
luas. Jangan sebaliknya.
Guru
sebagai teladan bagi siswa-siswanya harus memiliki sikap dan kepribadian utuh
yang dapat dijadikan tokoh panutan dalam seluruh segi kehidupan. Karenanya guru
harus selalu berusaha memilih dan melakukan perbuatan yang positif. Di samping
itu, guru juga harus mampu mengimplementasikan nilai-nilai tinggi terutama yang
diambil dari ajaran agama, misalnya jujur dalam perbuatan dan perkataan, tidak
munafik.
Oleh
karena itulah maka kepribadian bagi seorang guru memiliki peran yang sangat
vital baik terkait dengan bagaimana karakteristik kepribadian guru itu sendiri
maupun dalam proses kegiatan belajar mengajar. Kepribadian guru yang mantap
dari sosok seorang guru tentunya akan memberikan keteladanan tersendiri baik
terhadap peserta didiknya maupun pada masyarakatnya, sehingga seorang guru
mestinya juga bisa tampil sebagai sosok yang patut “digugu” (ditaati nasihat,
ucapan, atau perinthnya) serta bisa “ditiru” yaitu dicontoh sikap dan perilakunya
dalam kehidupan sehari-hari.
PEMBAHASAN
A.
Kepribadian
1.
Pengertian Kepribadian
Setiap subjek
mempunyai pribadi yang unik, masing-masing mempunyai ciri dan sifat bawaan
serta latar belakang kehidupan. Banyak masalah psikologis yang dihadapi peserta
didik, banyak pula minat, kemampuan, motivasi dan kebutuhannya. Semuanya
memerlukan bimbingan guru yang berkepribadian dapat bertindak sebagai
pembimbing, penyuluh dan dapat menolong peserta didik agar mampu menolong
dirinya sendiri.
Sikap guru dalam memberikan bimbingan dan didikan kepada peserta
didiknya sangat dipengaruhi oleh kepribadiannya. Alexander menyatakan “ No
one can be agenuine teacher unless he is himself actively sharing in the human
attempt to understand men and their word. ”. Secara tidak langsung
Alexander menyarankan agar guru dapat memahami kesulitan yang dihadapi oleh peserta
didiknya dalam belajar, dan kesulitan lain yang mengganggu dalam hidupnya.[1]
Guru sebagai teladan bagi peserta didik harus memiliki sikap dan
kepribadian utuh yang dapat dijadikan tokoh panutan idola dalam seluruh segi
kehidupannya. Karenanya guru harus selalu berusaha memilih dan melakukan
perbuatan yang positif agar dapat mengangkat citra baik dan kewibawaannya,
terutama di depan peserta didiknya.
kepribadian merupakan terjemahan dari bahasa Inggris personality.
Kata personality sendiri berasal dari bahasa Latin persona yang
berarti topeng yang digunakan oleh para aktor dalam suatu permainan atau
pertunjukkan. Di sini para aktor menyembunyikan kepribadiannya yang asli, dan
menampilkan dirinya sesuai dengan topeng yang digunakannya.[2]
Dalam kehidupan sehari-hari, kata kepribadian digunakan untuk
menggambarkan: (1) identitas diri, jati diri seseorang, seperti “saya seorang
yang terbuka” atau “saya seorang pendiam”, (2) kesan umum seseorang tentang
orang lain, seperti “dia jujur”, dan (3) fungsi-fungsi kepribadian yang sehat atau
bermasalah, seperti “dia baik” atau “dia pendendam”.
Allport mengemukakan bahwa kepribadian merupakan organisasi yang
dinamis dalam diri individu tentang sistem psikofisik yang menentukan
penyesuaiannya yang unik terhadap lingkungannya. Sedangkan Abdul Mujib (1999:
133) menjelaskan bahwa kepribadian adalah integrasi sistem kalbu, akal, dan
nafsu manusia yang menimbulkan tingkah laku. Dengan demikian dapat dirumuskan
bahwa kepribadian sebagai “sesuatu” yang terdapat dalam diri individu yang
membimbing dan memberi arah kepada seluruh tingkah laku individu yang
bersagkutan.[3]
2.
Karakteristik Kepribadian
Manusia diciptakan oleh Allah dari unsur jasmaniah dan rohaniah.
Dilihat dari karakteristik jasmaniahnya, manusia memiliki kesamaan dengan hewan.
Kesamaan itu seperti berkaitan dengan kebutuhan-kebutuhan makan, minum,
bernafas, istirahat, dan seks (dorongan naluriah dalam rangka pengembangan
keturunan). Namun dari segi rohaniahnya, manusia berbeda dengan hewan. Dalam
hal ini, manusia memiliki akal atau kalbu sebagai substansi rohaniah, yang
dengannya manusia mampu merespon (menerima atau menolak) kebenaran ajaran agama
sebagai pedoman hidup, rambu-rambu yang mengatur pola perilakunya di dunia ini.
E.B. Hurlock (1986) mengemukakan bahwa karakteristik kepribadian
yang sehat (healthy personality) ditandai dengan,
a.
Mampu menilai diri secara realistik. Individu yang kepribadiannya
sehat mampu menilai diri apa adanya, baik kelebihan maupun kelemahannya,
menyangkut fisik (postur tubuh, wajah, keutuhan, kesehatan) dan kemampuan
(kecerdasan dan keterampilan).
b.
Mampu menilai situasi secara realistik. Individu dapat menghadapi
situasi atau kondisi kehidupan yang dialaminya secara realistik dan mau
menerimanya secara wajar. Dia tidak mengharapkan kondisi kehidupan itu sebagai
suatu yang harus sempurna.
c.
Menerima tanggungjawab. Individu yang sehat adalah individu yang
bertanggungjawab. Dia mempunyai keyakinan terhadap kemampuannya untuk mengatasi
masalah-masalah kehidupan yang dihadapinya.
d.
Kemandirian. Individu memiliki sifat mandiri dalam cara berpikir
dan bertindak, mampu mengambil keputusan, mengarahkan dan mengembangkan diri
serta menyesuaikan diri dengan norma yang berlaku di lingkungannya.
e.
Dapat mengontrol emosi. Individu merasa nyaman dengan emosinya. Dia
dapat menghadapi situasi frustasi, depresi atau stres secara positif.
f.
Berorientasi tujuan. Setiap orang mempunyai tujuan yang ingin
dicapainya. Namun, dalam merumuskan tujuan itu ada yang realistik dan ada yang
tidak realistik. Individu yang sehat kepribadiannya dapat merumuskan tujuannya
berdasarkan pertimbangan secara matang (rasional), tidak atas dasar paksaan
dari luar. Dia berupaya untuk mencapai tujuan tersebut dengan cara
mengembangkan kepribadian (wawasan) dan keterampilan.
g.
Berbahagia. Individu yang sehat, situasi kehidupannya diwarnai
kebahagiaan. Kebahagiaan ini didukung oleh faktor-faktor achievement (pencapaian
prestasi), acceptance (penerimaan dari orang lain), dan affection (perasaan
dicintai atau disayangi orang lain).
Adapun kepribadian
yang tidak sehat ditandai dengan karakteristik seperti berikut:
a.
Mudah marah (tersinggung)
b.
Menunjukkan kekhawatiran dan kecemasan
c.
Sering merasa tertekan (stres atau depresi)
d.
Mempunyai kebiasaan berbohong
e.
Senang mengkritik / mencemooh orang lain
f.
Kurang memiliki rasa tanggungjawab
g.
Bersikap pesimis dalam menghadapi kehidupan
h.
Kurang bergairah dalam menjalani kehidupan[4]
3.
Perubahan Kepribadian
Meskipun kepribadian seseorang itu relatif konstan, namun sering
ditemukan adanya perubahan kepribadian. Perubahan itu terjadi dipengaruhi oleh
faktor gangguan fisik dan lingkungan. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya
perubahan kepribadian diantaranya sebagai berikut:
a.
Faktor fisik, seperti: gangguan otak, kurang gizi, mengkonsumsi
obat-obat terlarang atau minuman keras, dan gangguan organik (sakit atau
kecelakaan)
b.
Faktor lingkungan sosial budaya, seperti: krisis politik, ekonomi,
dan keamanan yang menyebabkan terjadinya masalah pribadi (stres atau depresi)
dan masalah sosial (pengangguran, dan kriminalitas).
c.
Faktor diri sendiri, seperti: tekanan emosional (frustasi yang
berkepanjangan), dan identifikasi atau imitasi terhadap orang lain yang
berkepribadian menyimpang.
B.
Guru
1.
Pengertian Guru
Guru adalah panutan
yang harus digugu dan ditiru dan sebagai contoh pula bagi kehidupan dan pribadi
peserta didiknya. Artinya bahwa guru harus menjadi contoh dan teladan, membangkitkan
motif belajar peserta didik serta mendorong / memberikan motivasi dari
belakang. Sebagai seorang guru dituntut harus mampu membangkitkan semangat
berswakarsa dan berkreasi pada orang-orang yang dibimbingnya serta harus mampu
mendorong orang-orang yang diasuhnya agar berani berjalan di depan dan sanggup
bertanggungjawab.
Guru adalah
orang yang bertugas membantu peserta didik untuk mendapatkan pengetahuan
sehingga ia dapat mengembangkan potensi yang dimiliki, baik potensi yang
berkaitan dengan aspek kognitif, afektif, maupun psikomotor. Hal ini sesuai
dengan apa yang dikemukakan oleh Allan C. Ornstein dalam Curriculum
Foundations, Principles, and Issues yaitu bahwa “Educator ideally
consider all domains of learning: the cognitive, the affective, and the
psychomotor” (Pendidik idealnya mempertimbangkan semua domain dalam
pembelajaran yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor).[5]
Guru harus
dapat menempatkan diri dan menciptakan suasana yang kondusif, karena fungsi
guru di sekolah adalah sebagai “Bapak” kedua yang bertanggungjawab atas
pertumbuhan dan perkembangan jiwa anak. Ki Hajar Dewantara telah menggariskan pentingnya
peranan guru dalam proses pendidikan dengan ungkapan:
Ing ngarsa sung
tulada, yang berarti di
depan memberi teladan. Keteladanan ini merupakan cara yang paling ampuh dalam
mengubah perilaku seseorang.
Ing madya
mangun karsa, yang berarti di
tengah menciptakan peluang untuk berprakarsa. Asas ini menekankan pentingnya
produktivitas dalam pembelajaran. Dengan menerapkan asas ini para guru perlu
mendorong keinginan berkarya dalam diri peserta didik sehingga mampu membuat
suatu karya.
Tut wuri
handayani, artinya dari
belakang memberikan dorongan dan arahan. Hal ini mempunyai makna yang kuat
tentang peran dan fungsi guru. Para guru perlu berperan sebagai pendorong /
motivator. Mereka juga perlu berperan sebagai pengarah / pembimbing yang tidak
membiarkan peserta didik melakukan hal yang kurang sesuai dengan tujuan
pendidikan. Dengan demikian, para guru perlu menjadi fasilitator agar dorongan
dan bimbingan dapat terwujud dalam perubahan perilaku peserta didik.[6]
Guru sebagai pengganti peran
orang tua di sekolah perlu memiliki kesadaran, pemahaman, kepedulian, dan
komitmen untuk membimbing peserta didik menjadi manusia-manusia shaleh yang
bertaqwa. Fitrah kecintaan guru kepada peserta didik telah mendorong berbagai
upaya untuk menjadikan peserta didik menjadi makhluk yang lebih baik.
Guru bukan
hanya pengajar, pelatih dan pembimbing, tetapi juga sebagai cermin tempat
subjek didik dapat berkaca. Dalam relasi interpersonal antar guru dan peserta
didik tercipta situasi didik yang memungkinkan peserta didik dapat belajar menerapkan
nilai-nilai yang menjadi contoh dan memberi contoh. Guru mampu menjadi orang
yang mengerti diri peserta didik dengan segala problematikanya, guru juga harus
mempunyai wibawa sehingga peserta didik segan terhadapnya. Seperti halnya
Hafidz Hasan Mas’udi yang mengartikan guru dengan definisinya yaitu:
اَلْمُعَلِّم
دَلِيْلُ التِّلْمِيْذِ اِلٰي مَا يَكُوْنُ بِه كَمَ لُهُ مِنَ اْلعُلُوْمِ
وَاْلمعَارِفِ
“Guru
merupakan penunjuk jalan bagi murid untuk mencapai kesempurnaan dengan
memberinya ilmu dan pengetahuan”.[7]
Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa guru adalah semua orang yang berwenang dan
bertanggungjawab untuk membimbing dan membina peserta didik, baik secara
individual maupun klasikal, di sekolah maupun di luar sekolah.[8]
2.
Makna G.U.R.U
Menurut Agus Wibowo (2010), seorang guru yang baik harus menghayati
dan melaksanakan dengan sungguh-sungguh sebutan “G.U.R.U” itu sendiri. Hal ini
karena “G.U.R.U” itu bukan sekedar sebutan tanpa makna. Kata “G.U.R.U” jika
dijabarkan memiliki beberapa makna diantaranya:
1)
Huruf “G”, bermakna gagasan. Artinya, semua guru harus memiliki
gagasan-gagasan yang baru dan membangun. Gagasan itu tidak sekedar diucapkan di
kelas saja, tetapi ada keberanian untuk menyebarkannya melalui tulisan, baik di
majalah, koran, jurnal dan sebagainya. Semakin banyak gagasan yang dituangkan
di media masa, semakin mengukuhkan kredibilitas guru sebagai pencarah bangsa.
2)
Huruf “U”, bermakna usaha. Artinya, kompetensi, profesionalisme dan
perubahan itu bisa dicapai dengan usaha. Dengan demikian, guru harus gigih
berusaha, tanpa kenal lelah sebelum tercapai apa yang dicita-citakan. Usaha
juga harus disertai dengan doa. Misalnya dengan beli buku atau studi lanjut (S1
atau S2). Buku yang dibeli tidak sekedar untuk pajangan atau ditumpuk begitu
saja, tetapi harus dibaca, direnungkan, selanjutnya dikembangkan sehingga
menjadi inspirasi di sekolah. Begitu menempuh kuliah, bukan sekedar dipakai
formalitas atau menambah nilai kenaikan pangkat, tetapi diniatkan untuk
memperbaiki kualitas dan kompetensi diri.
3)
Huruf “R” bermakna rasa yang meliputi asah, asih, dan asuh. Setiap
guru harus memiliki rasa itu, dan menanamkannya kepada anak didik. Pendidikan
yang dibingkai dengan rasa asah,asih, asuh akan menjadi spirit sekaligus
menjadi “ pendidikan yang menghidupkan”. Sebaliknya, pendidikan yang kering
rasa akan menghasilkan manusia yang tidak punya “unggah-ungguh” dan tidak
jarang bermental korup.
4)
Huruf “U” bermakna uang / harta. Artinya, guru dituntut memiliki
modal yang cukup untuk mencapai profesionalisme dan kompetensi. Uang juga
diperlukan untuk meningkatkan martabat dan kewibawaan guru di tengah masyarakat
yang serba matrealistik. Hanya saja, proses mencari uang harus jujur dan bersih
bukan dengan membudayakan KKN.[9]
C.
Kepribadian Guru
Setiap guru mempunyai pribadi masing-masing sesuai ciri-ciri
pribadi yang mereka miliki. Ciri-ciri inilah yang membedakan seorang guru dari
guru lainnya. Kepribadian sebenarnya adalah suatu masalah yang abstrak, hanya
dapat dilihat lewat penampilan, tindakan, ucapan, cara bepakaian, dan dalam
menghadapi setiap persoalan.
Prof. Dr. Zakiah Daradjat mengatakan bahwa kepribadian yang
sesungguhnya adalah abstrak (ma’nawi), sukar dilihat atau diketahui
secara nyata, yang dapat diketahui adalah penampilan atau bekasnya dalam segala
segi dan aspek kehidupan. Misalnya dalam tindakannya, ucapan, cara bergaul,
berpakaian, dan dalam menghadapi setiap persoalan atau masalah, baik yang
ringan maupun yang berat.[10]
Kepribadian adalah keseluruhan dari individu yang terdiri dari
unsur psikis dan fisik. Dalam makna demikian, seluruh sikap dan perbuatan
seseorang merupakan suatu gambaran dari kepribadian orang itu, asal dilakukan
secara sadar. Perbuatan yang baik sering dikatakan bahwa seorang itu mempunyai
kepribadian yang baik atau berakhlak mulia. Sebaliknya, bila seorang melakukan
suatu sikap dan perbuatan yang tidak baik menurut pandangan masyarakat, maka
dikatakan bahwa orang itu tidak mempunyai kepribadian yang baik atau mempunyai
akhlak yang tidak mulia. Oleh karena itu, masalah kepribadian adalah suatu hal
yang sangat menentukan tinggi dan rendahnya kewibawaan seorang guru dalam
pandangan peserta didik atau masyarakat.
Kepribadian dapat menentukan apakah guru menjadi pendidik dan
pembina yang baik ataukah akan menjadi perusak atau penghancur bagi masa depan
peserta didik, terutama peserta didik yang masih kecil (tingkat sekolah dasar)
dan mereka yang sedang mengalami kegoncangan jiwa (tingkat remaja). Ada dua
kepribadian guru:
1.
Guru Berkepribadian Negatif
Guru yang
berkepribadian Negatif adalah guru yang berpikir, bergerak dan hidup dalam
atmosfer keraguan, ketakutan, kemiskinan, dan kesehatan yang buruk. Ekspektasi
guru yang berkepribadian negatif adalah kegagalan, kekecewaan, berkubang dalam
penyesalan, kemiskinan, keserakahan, prasangka buruk, ketakutan, keraguan, dan
penyakit fisik. Guru yang berkepribadian negatif seperti tersebut di atas,
jangankan memotivasi peserta didiknya untuk maju dan berkembang, untuk
memotivasi dirinya sendiri saja sudah susah. Segala persoalan yang hadir dalam
hidupnya senantiasa ditanggapi dengan prasangka buruk. Ketakutan dan keaguan yang
ada dalam dirinya membuatnya jadi tidak kreatif mencari solusi pemecahan
masalah. Meratapi terus menerus nasibnya yang malang sebagai guru dengan gaji
yang pas-pasan menjadikan penyakit jadi gampang singgah.
2.
Guru Berkepribadian Positif
Guru yang berkepribadian positif
adalah guru yang berpikir, bergerak, dan hidup dalam suasana yang dinamis,
optimis, saling menguatkan, kesehatan yang prima, persahabatan, pencapaian
pribadi, visi yang kreatif, dan pengabdian kepada orang lain. Guru yang
demikian inilah yang patut digugu dan ditiru. Karena hanya guru yang
berkepribadian positif yang akan menularkan energi positif kepada peserta
didiknya.
Guru yang pandai menciptakan suasana dinamis yang akan membuat
peserta didiknya tidak cepat bosan berada di sekolah. Guru yang selalu up to
date mengikuti perkembangan ilmu dan teknologi serta informasi, sehingga
apa yang disampaikan di dalam kelas senantiasa berkesan untuk peserta didiknya
dan merangsang kreatifitas dan imajinasi anak.[11]
Guru adalah setiap orang yang dengan sengaja mempengaruhi orang
lain untuk mencapai tingkat kemanusiaan yang lebih tinggi. Dalam Undang-Undang
nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen, menyebutkan bahwa guru adalah
pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan
anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan
menengah.[12]
Guru adalah seorang yang seharusnya dicintai dan disegani oleh
pesrta didiknya. Penampilannya dalam mengajar harus meyakinkan dan tindak
tanduknya akan ditiru dan diikuti oleh peserta didik. Guru merupakan tokoh yang
akan ditiru dan diteladani. Dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik, ia
harus tahu cara memecahkan berbagai kesulitan dalam tugasnya sebagai pendidik.
Guru merupakan profesi yang mulia, mendidik dan mengajarkan
pengalaman baru bagi peserta didik. Seorang guru yang berkepribadian baik akan
memiliki sikap sebagai berikut:
a.
Mencintai peserta didik. Cinta yang tulus kepada peserta didik
adalah modal awal mendidik. Guru menerima peserta didik apa adanya, mencintai
tanpa syarat dan mendorong peserta didik untuk melakukan yang terbaik pada
dirinya.
b.
Bersahabat dengan peserta didik dan menjadi teladan bagi peserta
didik. Guru harus bisa digugu dan ditiru oleh peserta didik. Oleh karena itu,
setiap apa yang diucapkan di hadapan peserta didik harus benar dari sisi apa
saja, keilmuan, moral, agama, budaya. Cara penyampaiannyapun harus
“menyenangkan” dan beradab.
c.
Mencintai pekerjaan guru. Guru yang mencintai pekerjaannya akan
senantiasa bersemangat. Guru yang hebat tidak akan merasa bosan dan terbebani.
Guru yang hebat akan mencintai peserta didiknya, memahami kemampuan
akademisnya, kepribadiannya, dan kebiasaan belajarnya.
d.
Luwes dan mudah beradaptasi dengan perubahan. Guru harus terbuka
dengan teknik mengajar baru, membuang rasa sombong dan selalu mencari ilmu.
Ketika masuk kelas, guru harus dengan pikiran terbuka dan tidak ragu
mengevaluasi gaya mengajarnya sendiri dan siap berubah jika diperlukan.
e.
Tidak pernah berhenti belajar. Dalam rangka meningkatkan
profesionalitasnya guru harus selalu belajar dan belajar. Kebiasaan membaca
buku sesuai dengan bidang studinya dan mengakses informasi aktual tidak boleh
ditinggalkan.[13]
D.
Tanggung jawab Guru
Guru adalah orang yang bertanggung jawab mencerdaskan kehidupan
peserta didik. Pribadi susila yang cakap adalah yang diharapkan ada pada diri
setiap peserta didik. Tidak ada seorang guru yang mengharapkan peserta didiknya
menjadi sampah masyarakat. Untuk itulah guru dengan penuh dedikasi dan
loyalitas berusaha membimbing dan membina peserta didik agar di masa mendatang
menjadi orang yang berguna bagi nusa dan bangsa.
Setiap guru meluangkan waktu demi kepentingan peserta didik. Bila
suatu ketika ada peserta didik yang tidak hadir di sekolah, guru menanyakan
kepada peserta didik yang hadir, apa sebabnya dia tidak hadir ke sekolah.
Peserta didik yang sakit, tidak bergairah belajar, terlambat masuk sekolah,
belum menguasai bahan pelajaran, berpakaian sembarangan, berbuat yang tidak
baik, terlambat membayar uang sekolah, tidak punya pakaian seragam, dan
sebagainya, semuanya menjadi perhatian guru.
Karena besarnya tanggung jawab guru terhadap peserta didiknya,
hujan dan panas bukanlah menjadi penghalang bagi guru untuk selalu hadir di
tengah-tengah peserta didiknya. Guru tidak pernah memusuhi peserta didiknya
meskipun suatu ketika ada peserta didiknya yang berbuat kurang sopan pada orang
lain. Bahkan dengan sabar dan bijaksana guru memberikan nasihat bagaimana cara
bertingkah laku yang sopan dengan orang lain.
Hal itu dilakukan karena profesinya sebagai seorang guru adalah
berdasarkan panggilan jiwa, maka bila guru melihat peserta didiknya senang
berkelahi, meminum minuman keras, menghisap ganja, dan sebagainya guru merasa
sakit. Siang atau malam memikirkan bagaimana caranya agar peserta didiknya itu
dapat dicegah dari perbuatan yang kurang baik, asusila dan amoral.
peserta didik lebih banyak menilai apa yang guru tampilkan dalam
pergaulan di sekolah dan di masyarakat daripada apa yang guru katakan, tetapi
baik perkataan maupun apa yang guru tampilkan keduanya menjadi penilaian
peserta didik. Jadi, apa yang guru katakan harus dipraktikkan pula dalam
kehidupan sehari-hari. Misalnya, guru memerintahkan kepada peserta didik agar
hadir tepat pada waktunya.
Bagaimana peserta didik mematuhinya sementara guru sendiri tidak disiplin
dengan apa yang pernah dikatakan. Perbuatan guru yang demikian, mendapat protes
dari peserta didik. Guru tidak bertanggung jawab atas perbuatannya. peserta
didik akhirnya tidak percaya lagi kepada guru dan mereka cenderung menentang
perintahnya. Inilah sikap dan perbuatan yang ditunjukkan oleh peserta didik.
Guru pada hakikatnya ditantang untuk senantiasa mengemban tanggung
jawab moral dan tanggung jawab ilmiah agar kebudayaan nasional kita dapat
bertahan identitasnya, disamping dapat berkembang atau progresif dalam
kompetisinya dengan perkembangan budaya-budaya asing.
Dengan tanggung jawab moral, guru dituntut untuk dapat
mengejawantahkan nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh masyarakat, bangsa dan
negara dalam diri pribadi, karena nilai-nilai itu harus senantiasa terpadu
dengan diri orang yang menanamkan pada nilai agar usaha itu berhasil. Ini
sesuai dengan prinsip kesesuaian antara apa yang dikatakan (baik) dengan apa
yang dilakukan baik.
Sedangkan tanggung jawab ilmiah, berkaitan dengan transformasi
pengetahuan dan keterampilan yang saat ini menuntut guru senantiasa belajar
untuk memperluas cakrawala dan perkembangan wawasan pengetahuannya sesuai
dengan perkembangan-perkembangan yang mutakhir, disertai wawasan yang filosofis
tentang pendidikan, sehingga pengambilan kebijakan atau keputusan dalam praktek
pendidikan tidak meninggalkan makna hakikinya yaitu proses pemanusiaan manusia.
Dalam pembelajaran, guru sebagai pendidik berinteraksi dengan
peserta didik yang mempunyai potensi beragam. Untuk itu, pembelajaran hendaknya
lebih diarahkan pada proses belajar kreatif. Dalam kontek ini, guru lebih
banyak berperan sebagai fasilitator daripada pengarah yang menentukan
segala-galanya bagi peserta didik. Sebagai fasilitator guru lebih banyak
mendorong peserta didik (motivator) untuk mengembangkan inisiatif dalam
menjajagi tugas-tugas guru.
Sesungguhnya guru yang bertanggung jawab memiliki beberapa sifat,
yang menurut Wens Tanlain dan kawan-kawan (1983) adalah:
a.
Menerima dan mematuhi norma, nilai-nilai kemanusiaan
b.
Memikul tugas mendidik dengan bebas, berani, gembira, (tugas bukan
menjadi beban baginya)
c.
Sadar akan nilai-nilai yang berkaitan dengan perbuatannya serta
akibat-akibat yang timbul (kata hati)
d.
Menghargai orang lain, termasuk peserta didik
e.
Bijaksana
f.
Takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa[14]
Jadi, guru harus bertanggung jawab atas segala sikap, tingkah laku,
dan perbuatannya dalam rangka membina jiwa dan watak peserta didik. Dengan
demikian, tanggung jawab guru adalah untuk membentuk peserta didik agar menjadi
orang bersusila yang cakap, berguna bagi agama, nusa, dan bangsa di masa yang
akan datang.
Tanggung jawab guru dalam menuntut peserta didik belajar yang
terpenting adalah merencanakan dan melakukan kegiatan-kegiatan belajar guna
mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang diinginkan. Maka untuk mencapai
cita-cita ideal tersebut dan agar pengajarannya berhasil, ada beberapa hal yang
harus dilakukan oleh guru yaitu:
a.
Mempelajari setiap peserta didik di kelasnya
b.
Merencanakan, menyediakan, dan menilai bahan-bahan belajar yang
akan dan / telah diberikan
c.
Memilih dan menggunakan metode mengajar yang sesuai dengan tujuan
yang hendak dicapai, kebutuhan dan kemampuan peserta didik dan dengan
bahan-bahan yang akan diberikan
d.
Memelihara hubungan pribadi seerat mungkin dengan peserta didik
e.
Menyediakan lingkungan belajar yang serasi
f.
Membantu peserta didik dalam memecahkan berbagai masalah
g.
Mengatur dan menilai kemajuan belajar peserta didik
h.
Membuat catatan-catatan yang berguna dan menyusun laporan
pendidikan
i.
Mengadakan hubungan dengan orang tua peserta didik secara kontinu
dan penuh saling pengertian
j.
Mengadakan hubungan dengan masyarakat secara aktif dan kreatif guna
kepentingan para peserta didik
Namun demikian,
menjadi catatan bagi guru bahwa tanggung jawab guru tidak hanya menuangkan ilmu
pengetahuan ke dalam otak speserta didik. Tapi yang terpenting adalah membentuk
jiwa dan watak peserta didik. Sebab pendidikan dilakukan tidak semata-mata
dengan perkataan, tetapi dengan sikap, tingkah laku, dan perbuatan.
Peserta didik lebih banyak
menilai apa yang guru tampilkan dalam pergaulan di sekolah dan di masyarakat
daripada apa yang guru katakan, tapi baik perkataan maupun apa yang guru
tampilkan, keduanya menjadi penilaian peserta didik. Oleh karena itu, apa yang
dikatakan guru hendaknya dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari. Guru harus selalu
menunjukkan sikap yang dapat diteladani oleh peserta didik.
PENUTUP
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kepribadian dan
tanggungjawab guru merupakan kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang guru.
Dengan memiliki kepribadian yang mantap, maka seorang guru akan menjadi teladan
yang baik bagi peserta didiknya. Peserta didikpun tidak segan untuk
meneladaninya.
Guru sebagai teladan bagi peserta didik harus memiliki kepribadian
yang utuh yang dapat dijadikan tokoh panutan idola dalam seluruh segi
kehidupannya. Karenanya guru harus senantiasa berusaha memilih dan melakukan
perbuatan yang positif agar dapat mengangkat citra baik dan kewibawaannya,
terutama di depan peserta didiknya.
Seorang guru yang memiliki kepribadian yang baik, maka dalam
dirinya terdapat pula rasa tanggungjawab yang besar. Tanggungjawab untuk menjadikan
peserta didik cerdas dalam segala aspek, baik yang berkaitan dengan aspek
kognitif, afektif, maupun psikomotor. Dengan demikian, peserta didik akan
memiliki kemampuan yang sempurna dan tujuan dari pembelajaran akan tercapai
secara maksimal.
Oleh karena itulah maka kepribadian bagi seorang guru memiliki
peran yang sangat vital baik terkait dengan bagaimana karakteristik kepribadian
guru itu sendiri maupun dalam proses kegiatan belajar mengajar. Kepribadian
guru yang mantap dari sosok seorang guru tentunya akan memberikan keteladanan
tersendiri baik terhadap peserta didiknya maupun pada masyarakatnya, sehingga
seorang guru mestinya juga bisa tampil sebagai sosok yang patut “digugu”
(ditaati nasihat, ucapan, atau perinthnya) serta bisa “ditiru” yaitu dicontoh
sikap dan perilakunya dalam kehidupan sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA
Al Mas’udi,
Hafidz Hasan. Taisirul Kholaq fi ‘ilmil Akhlaq: Adabul Mu’allim.
Surabaya: Al Miftah
B. Uno, Hamzah.
2009. Mengelola Kecerdasan dalam Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara
Majid,
Abdul. 2011. Perencanaan Pembelajaran (Mengembangkan Standar Kompetensi
Guru). Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Mulyasa,
H.E. 2012. Manajemen Pendidikan Karakter. Jakarta: Bumi Aksara
Muslich, Masnur.
2011. Pendidikan Karakter: menjawab tantangan krisis multidimensional. Jakarta:
Bumi Aksara
Nurfuadi.
2012. Profesionalisme Guru.Purwokerto: STAIN Pres
Ornstein, C.
Allan, Francis P. Hunkins. 2004. Curriculum Foundations, Principles, and
Issues, Fourth Edition. America: United State
Sa’ud, Udin
Syaefudin. 2011. Pengembangan Profesi Guru. Bandung: Alfabeta
Siswoyo, Dwi dkk.
2008. Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: UNY Pres
Yusuf, Syamsu, A.
Juntika Nurihsan. 2011. Teori Kepribadian. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
[1] Nurfuadi. Profesionalisme
Guru.(Purwokerto: STAIN Pres, 2012), hlm. 79
[2] Syamsu Yusuf,
A. Juntika Nurihsan. Teori Kepribadian. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2011), hlm. 3
[3] Syamsu Yusuf,
A. Juntika Nurihsan. Teori Kepribadian. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2011), hlm. 4
[4] Syamsu Yusuf,
A. Juntika Nurihsan. Teori Kepribadian. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2011), hlm. 12-14
[5] Allan C.
Ornstein, Francis P. Hunkins, Curriculum Foundations, Principles, and
Issues, Fourth Edition. (America: United State, 2004), hlm. 285
[6] Abdul Majid. Perencanaan
Pembelajaran (Mengembangkan Standar Kompetensi Guru). (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2011), hlm. 126
[7] Hafidz Hasan
Al Mas’udi. Taisirul Kholaq fi ‘ilmil Akhlaq: Adabul Mu’allim.
(Surabaya: Al Miftah), hlm.5
[8] Nurfuadi. Profesionalisme
Guru.(Purwokerto: STAIN Pres, 2012), hlm. 56
[10] Nurfuadi. Profesionalisme
Guru.(Purwokerto: STAIN Pres, 2012), hlm. 56
[12] Dwi Siswoyo,
dkk. Ilmu Pendidikan. (Yogyakarta: UNY Pres, 2008), hlm. 119
[13] Masnur
Muslich. Pendidikan Karakter: menjawab tantangan krisis multidimensional. (Jakarta:
Bumi Aksara, 2011), hlm. 56-57
Tidak ada komentar:
Posting Komentar