Jumat, 30 Januari 2015

KEPRIBADIAN DAN TANGGUNG JAWAB GURU


KEPRIBADIAN DAN TANGGUNG JAWAB GURU
PENDAHULUAN

Guru sebagai tenaga pendidik yang tugas utamanya mengajar, memiliki karakteristik kepribadian yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pengembangan sumber daya manusia. Kepribadian disebut sebagai sesuatu yang abstrak, sukar dilihat secara nyata, hanya dapat diketahui lewat penampilan, tindakan, dan atau ucapan ketika menghadapi suatu persoalan.
Kepribadian mencakup semua unsur, baik fisik maupun psikis. Sehingga dapat diketahui bahwa setiap tindakan dan tingkah laku seseorang merupakan cerminan dari kepribadian seseorang, selama hal tersebut dilakukan dengan penuh kesadaran. Setiap perkataan, tindakan, dan tingkah laku positif akan meningkatkan citra diri dan kepribadian seseorang.
Kepribadian akan turut menentukan apakah para guru dapat disebut sebagai pendidik yang baik atau sebaliknya. Sikap dan citra negatif dan berbagai penyebabnya seharusnya dihindari oleh seorang guru. Para guru harus mencari jalan keluar atau solusi mengenai cara meningkatkan kewibawaan dan dibutuhkan anak didik dan masyarakat luas. Jangan sebaliknya.
Guru sebagai teladan bagi siswa-siswanya harus memiliki sikap dan kepribadian utuh yang dapat dijadikan tokoh panutan dalam seluruh segi kehidupan. Karenanya guru harus selalu berusaha memilih dan melakukan perbuatan yang positif. Di samping itu, guru juga harus mampu mengimplementasikan nilai-nilai tinggi terutama yang diambil dari ajaran agama, misalnya jujur dalam perbuatan dan perkataan, tidak munafik.
Oleh karena itulah maka kepribadian bagi seorang guru memiliki peran yang sangat vital baik terkait dengan bagaimana karakteristik kepribadian guru itu sendiri maupun dalam proses kegiatan belajar mengajar. Kepribadian guru yang mantap dari sosok seorang guru tentunya akan memberikan keteladanan tersendiri baik terhadap peserta didiknya maupun pada masyarakatnya, sehingga seorang guru mestinya juga bisa tampil sebagai sosok yang patut “digugu” (ditaati nasihat, ucapan, atau perinthnya) serta bisa “ditiru” yaitu dicontoh sikap dan perilakunya dalam kehidupan sehari-hari.
PEMBAHASAN

A.    Kepribadian
1.      Pengertian Kepribadian
Setiap subjek mempunyai pribadi yang unik, masing-masing mempunyai ciri dan sifat bawaan serta latar belakang kehidupan. Banyak masalah psikologis yang dihadapi peserta didik, banyak pula minat, kemampuan, motivasi dan kebutuhannya. Semuanya memerlukan bimbingan guru yang berkepribadian dapat bertindak sebagai pembimbing, penyuluh dan dapat menolong peserta didik agar mampu menolong dirinya sendiri.
Sikap guru dalam memberikan bimbingan dan didikan kepada peserta didiknya sangat dipengaruhi oleh kepribadiannya. Alexander menyatakan “ No one can be agenuine teacher unless he is himself actively sharing in the human attempt to understand men and their word. ”. Secara tidak langsung Alexander menyarankan agar guru dapat memahami kesulitan yang dihadapi oleh peserta didiknya dalam belajar, dan kesulitan lain yang mengganggu dalam hidupnya.[1]
Guru sebagai teladan bagi peserta didik harus memiliki sikap dan kepribadian utuh yang dapat dijadikan tokoh panutan idola dalam seluruh segi kehidupannya. Karenanya guru harus selalu berusaha memilih dan melakukan perbuatan yang positif agar dapat mengangkat citra baik dan kewibawaannya, terutama di depan peserta didiknya.
kepribadian merupakan terjemahan dari bahasa Inggris personality. Kata personality sendiri berasal dari bahasa Latin persona yang berarti topeng yang digunakan oleh para aktor dalam suatu permainan atau pertunjukkan. Di sini para aktor menyembunyikan kepribadiannya yang asli, dan menampilkan dirinya sesuai dengan topeng yang digunakannya.[2]
Dalam kehidupan sehari-hari, kata kepribadian digunakan untuk menggambarkan: (1) identitas diri, jati diri seseorang, seperti “saya seorang yang terbuka” atau “saya seorang pendiam”, (2) kesan umum seseorang tentang orang lain, seperti “dia jujur”, dan (3) fungsi-fungsi kepribadian yang sehat atau bermasalah, seperti “dia baik” atau “dia pendendam”.
Allport mengemukakan bahwa kepribadian merupakan organisasi yang dinamis dalam diri individu tentang sistem psikofisik yang menentukan penyesuaiannya yang unik terhadap lingkungannya. Sedangkan Abdul Mujib (1999: 133) menjelaskan bahwa kepribadian adalah integrasi sistem kalbu, akal, dan nafsu manusia yang menimbulkan tingkah laku. Dengan demikian dapat dirumuskan bahwa kepribadian sebagai “sesuatu” yang terdapat dalam diri individu yang membimbing dan memberi arah kepada seluruh tingkah laku individu yang bersagkutan.[3]

2.         Karakteristik Kepribadian
Manusia diciptakan oleh Allah dari unsur jasmaniah dan rohaniah. Dilihat dari karakteristik jasmaniahnya, manusia memiliki kesamaan dengan hewan. Kesamaan itu seperti berkaitan dengan kebutuhan-kebutuhan makan, minum, bernafas, istirahat, dan seks (dorongan naluriah dalam rangka pengembangan keturunan). Namun dari segi rohaniahnya, manusia berbeda dengan hewan. Dalam hal ini, manusia memiliki akal atau kalbu sebagai substansi rohaniah, yang dengannya manusia mampu merespon (menerima atau menolak) kebenaran ajaran agama sebagai pedoman hidup, rambu-rambu yang mengatur pola perilakunya di dunia ini.
E.B. Hurlock (1986) mengemukakan bahwa karakteristik kepribadian yang sehat (healthy personality) ditandai dengan,
a.    Mampu menilai diri secara realistik. Individu yang kepribadiannya sehat mampu menilai diri apa adanya, baik kelebihan maupun kelemahannya, menyangkut fisik (postur tubuh, wajah, keutuhan, kesehatan) dan kemampuan (kecerdasan dan keterampilan).
b.    Mampu menilai situasi secara realistik. Individu dapat menghadapi situasi atau kondisi kehidupan yang dialaminya secara realistik dan mau menerimanya secara wajar. Dia tidak mengharapkan kondisi kehidupan itu sebagai suatu yang harus sempurna.
c.    Menerima tanggungjawab. Individu yang sehat adalah individu yang bertanggungjawab. Dia mempunyai keyakinan terhadap kemampuannya untuk mengatasi masalah-masalah kehidupan yang dihadapinya.
d.   Kemandirian. Individu memiliki sifat mandiri dalam cara berpikir dan bertindak, mampu mengambil keputusan, mengarahkan dan mengembangkan diri serta menyesuaikan diri dengan norma yang berlaku di lingkungannya.
e.    Dapat mengontrol emosi. Individu merasa nyaman dengan emosinya. Dia dapat menghadapi situasi frustasi, depresi atau stres secara positif.
f.     Berorientasi tujuan. Setiap orang mempunyai tujuan yang ingin dicapainya. Namun, dalam merumuskan tujuan itu ada yang realistik dan ada yang tidak realistik. Individu yang sehat kepribadiannya dapat merumuskan tujuannya berdasarkan pertimbangan secara matang (rasional), tidak atas dasar paksaan dari luar. Dia berupaya untuk mencapai tujuan tersebut dengan cara mengembangkan kepribadian (wawasan) dan keterampilan.
g.    Berbahagia. Individu yang sehat, situasi kehidupannya diwarnai kebahagiaan. Kebahagiaan ini didukung oleh faktor-faktor achievement (pencapaian prestasi), acceptance (penerimaan dari orang lain), dan affection (perasaan dicintai atau disayangi orang lain).
            Adapun kepribadian yang tidak sehat ditandai dengan karakteristik seperti berikut:
a.    Mudah marah (tersinggung)
b.    Menunjukkan kekhawatiran dan kecemasan
c.    Sering merasa tertekan (stres atau depresi)
d.   Mempunyai kebiasaan berbohong
e.    Senang mengkritik / mencemooh orang lain
f.     Kurang memiliki rasa tanggungjawab
g.    Bersikap pesimis dalam menghadapi kehidupan
h.    Kurang bergairah dalam menjalani kehidupan[4]

3.    Perubahan Kepribadian
Meskipun kepribadian seseorang itu relatif konstan, namun sering ditemukan adanya perubahan kepribadian. Perubahan itu terjadi dipengaruhi oleh faktor gangguan fisik dan lingkungan. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan kepribadian diantaranya sebagai berikut:
a.    Faktor fisik, seperti: gangguan otak, kurang gizi, mengkonsumsi obat-obat terlarang atau minuman keras, dan gangguan organik (sakit atau kecelakaan)
b.    Faktor lingkungan sosial budaya, seperti: krisis politik, ekonomi, dan keamanan yang menyebabkan terjadinya masalah pribadi (stres atau depresi) dan masalah sosial (pengangguran, dan kriminalitas).
c.    Faktor diri sendiri, seperti: tekanan emosional (frustasi yang berkepanjangan), dan identifikasi atau imitasi terhadap orang lain yang berkepribadian menyimpang.
B.     Guru
1.      Pengertian Guru
Guru adalah panutan yang harus digugu dan ditiru dan sebagai contoh pula bagi kehidupan dan pribadi peserta didiknya. Artinya bahwa guru harus menjadi contoh dan teladan, membangkitkan motif belajar peserta didik serta mendorong / memberikan motivasi dari belakang. Sebagai seorang guru dituntut harus mampu membangkitkan semangat berswakarsa dan berkreasi pada orang-orang yang dibimbingnya serta harus mampu mendorong orang-orang yang diasuhnya agar berani berjalan di depan dan sanggup bertanggungjawab.
Guru adalah orang yang bertugas membantu peserta didik untuk mendapatkan pengetahuan sehingga ia dapat mengembangkan potensi yang dimiliki, baik potensi yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif, maupun psikomotor. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Allan C. Ornstein dalam Curriculum Foundations, Principles, and Issues yaitu bahwa “Educator ideally consider all domains of learning: the cognitive, the affective, and the psychomotor” (Pendidik idealnya mempertimbangkan semua domain dalam pembelajaran yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor).[5]
Guru harus dapat menempatkan diri dan menciptakan suasana yang kondusif, karena fungsi guru di sekolah adalah sebagai “Bapak” kedua yang bertanggungjawab atas pertumbuhan dan perkembangan jiwa anak. Ki Hajar Dewantara telah menggariskan pentingnya peranan guru dalam proses pendidikan dengan ungkapan:
Ing ngarsa sung tulada, yang berarti di depan memberi teladan. Keteladanan ini merupakan cara yang paling ampuh dalam mengubah perilaku seseorang.
Ing madya mangun karsa, yang berarti di tengah menciptakan peluang untuk berprakarsa. Asas ini menekankan pentingnya produktivitas dalam pembelajaran. Dengan menerapkan asas ini para guru perlu mendorong keinginan berkarya dalam diri peserta didik sehingga mampu membuat suatu karya.
Tut wuri handayani, artinya dari belakang memberikan dorongan dan arahan. Hal ini mempunyai makna yang kuat tentang peran dan fungsi guru. Para guru perlu berperan sebagai pendorong / motivator. Mereka juga perlu berperan sebagai pengarah / pembimbing yang tidak membiarkan peserta didik melakukan hal yang kurang sesuai dengan tujuan pendidikan. Dengan demikian, para guru perlu menjadi fasilitator agar dorongan dan bimbingan dapat terwujud dalam perubahan perilaku peserta didik.[6]
                 Guru sebagai pengganti peran orang tua di sekolah perlu memiliki kesadaran, pemahaman, kepedulian, dan komitmen untuk membimbing peserta didik menjadi manusia-manusia shaleh yang bertaqwa. Fitrah kecintaan guru kepada peserta didik telah mendorong berbagai upaya untuk menjadikan peserta didik menjadi makhluk yang lebih baik.
Guru bukan hanya pengajar, pelatih dan pembimbing, tetapi juga sebagai cermin tempat subjek didik dapat berkaca. Dalam relasi interpersonal antar guru dan peserta didik tercipta situasi didik yang memungkinkan peserta didik dapat belajar menerapkan nilai-nilai yang menjadi contoh dan memberi contoh. Guru mampu menjadi orang yang mengerti diri peserta didik dengan segala problematikanya, guru juga harus mempunyai wibawa sehingga peserta didik segan terhadapnya. Seperti halnya Hafidz Hasan Mas’udi yang mengartikan guru dengan definisinya yaitu:
اَلْمُعَلِّم دَلِيْلُ التِّلْمِيْذِ اِلٰي مَا يَكُوْنُ بِه كَمَ لُهُ مِنَ اْلعُلُوْمِ وَاْلمعَارِفِ
“Guru merupakan penunjuk jalan bagi murid untuk mencapai kesempurnaan dengan memberinya ilmu dan pengetahuan”.[7]
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa guru adalah semua orang yang berwenang dan bertanggungjawab untuk membimbing dan membina peserta didik, baik secara individual maupun klasikal, di sekolah maupun di luar sekolah.[8]
2.      Makna G.U.R.U
Menurut Agus Wibowo (2010), seorang guru yang baik harus menghayati dan melaksanakan dengan sungguh-sungguh sebutan “G.U.R.U” itu sendiri. Hal ini karena “G.U.R.U” itu bukan sekedar sebutan tanpa makna. Kata “G.U.R.U” jika dijabarkan memiliki beberapa makna diantaranya:
1)   Huruf “G”, bermakna gagasan. Artinya, semua guru harus memiliki gagasan-gagasan yang baru dan membangun. Gagasan itu tidak sekedar diucapkan di kelas saja, tetapi ada keberanian untuk menyebarkannya melalui tulisan, baik di majalah, koran, jurnal dan sebagainya. Semakin banyak gagasan yang dituangkan di media masa, semakin mengukuhkan kredibilitas guru sebagai pencarah bangsa.
2)   Huruf “U”, bermakna usaha. Artinya, kompetensi, profesionalisme dan perubahan itu bisa dicapai dengan usaha. Dengan demikian, guru harus gigih berusaha, tanpa kenal lelah sebelum tercapai apa yang dicita-citakan. Usaha juga harus disertai dengan doa. Misalnya dengan beli buku atau studi lanjut (S1 atau S2). Buku yang dibeli tidak sekedar untuk pajangan atau ditumpuk begitu saja, tetapi harus dibaca, direnungkan, selanjutnya dikembangkan sehingga menjadi inspirasi di sekolah. Begitu menempuh kuliah, bukan sekedar dipakai formalitas atau menambah nilai kenaikan pangkat, tetapi diniatkan untuk memperbaiki kualitas dan kompetensi diri.
3)   Huruf “R” bermakna rasa yang meliputi asah, asih, dan asuh. Setiap guru harus memiliki rasa itu, dan menanamkannya kepada anak didik. Pendidikan yang dibingkai dengan rasa asah,asih, asuh akan menjadi spirit sekaligus menjadi “ pendidikan yang menghidupkan”. Sebaliknya, pendidikan yang kering rasa akan menghasilkan manusia yang tidak punya “unggah-ungguh” dan tidak jarang bermental korup.
4)   Huruf “U” bermakna uang / harta. Artinya, guru dituntut memiliki modal yang cukup untuk mencapai profesionalisme dan kompetensi. Uang juga diperlukan untuk meningkatkan martabat dan kewibawaan guru di tengah masyarakat yang serba matrealistik. Hanya saja, proses mencari uang harus jujur dan bersih bukan dengan membudayakan KKN.[9]

C.    Kepribadian Guru
Setiap guru mempunyai pribadi masing-masing sesuai ciri-ciri pribadi yang mereka miliki. Ciri-ciri inilah yang membedakan seorang guru dari guru lainnya. Kepribadian sebenarnya adalah suatu masalah yang abstrak, hanya dapat dilihat lewat penampilan, tindakan, ucapan, cara bepakaian, dan dalam menghadapi setiap persoalan.
Prof. Dr. Zakiah Daradjat mengatakan bahwa kepribadian yang sesungguhnya adalah abstrak (ma’nawi), sukar dilihat atau diketahui secara nyata, yang dapat diketahui adalah penampilan atau bekasnya dalam segala segi dan aspek kehidupan. Misalnya dalam tindakannya, ucapan, cara bergaul, berpakaian, dan dalam menghadapi setiap persoalan atau masalah, baik yang ringan maupun yang berat.[10]
Kepribadian adalah keseluruhan dari individu yang terdiri dari unsur psikis dan fisik. Dalam makna demikian, seluruh sikap dan perbuatan seseorang merupakan suatu gambaran dari kepribadian orang itu, asal dilakukan secara sadar. Perbuatan yang baik sering dikatakan bahwa seorang itu mempunyai kepribadian yang baik atau berakhlak mulia. Sebaliknya, bila seorang melakukan suatu sikap dan perbuatan yang tidak baik menurut pandangan masyarakat, maka dikatakan bahwa orang itu tidak mempunyai kepribadian yang baik atau mempunyai akhlak yang tidak mulia. Oleh karena itu, masalah kepribadian adalah suatu hal yang sangat menentukan tinggi dan rendahnya kewibawaan seorang guru dalam pandangan peserta didik atau masyarakat.
Kepribadian dapat menentukan apakah guru menjadi pendidik dan pembina yang baik ataukah akan menjadi perusak atau penghancur bagi masa depan peserta didik, terutama peserta didik yang masih kecil (tingkat sekolah dasar) dan mereka yang sedang mengalami kegoncangan jiwa (tingkat remaja). Ada dua kepribadian guru:
1.    Guru Berkepribadian Negatif
           Guru yang berkepribadian Negatif adalah guru yang berpikir, bergerak dan hidup dalam atmosfer keraguan, ketakutan, kemiskinan, dan kesehatan yang buruk. Ekspektasi guru yang berkepribadian negatif adalah kegagalan, kekecewaan, berkubang dalam penyesalan, kemiskinan, keserakahan, prasangka buruk, ketakutan, keraguan, dan penyakit fisik. Guru yang berkepribadian negatif seperti tersebut di atas, jangankan memotivasi peserta didiknya untuk maju dan berkembang, untuk memotivasi dirinya sendiri saja sudah susah. Segala persoalan yang hadir dalam hidupnya senantiasa ditanggapi dengan prasangka buruk. Ketakutan dan keaguan yang ada dalam dirinya membuatnya jadi tidak kreatif mencari solusi pemecahan masalah. Meratapi terus menerus nasibnya yang malang sebagai guru dengan gaji yang pas-pasan menjadikan penyakit jadi gampang singgah.
2.    Guru Berkepribadian Positif
           Guru yang berkepribadian positif adalah guru yang berpikir, bergerak, dan hidup dalam suasana yang dinamis, optimis, saling menguatkan, kesehatan yang prima, persahabatan, pencapaian pribadi, visi yang kreatif, dan pengabdian kepada orang lain. Guru yang demikian inilah yang patut digugu dan ditiru. Karena hanya guru yang berkepribadian positif yang akan menularkan energi positif kepada peserta didiknya.
Guru yang pandai menciptakan suasana dinamis yang akan membuat peserta didiknya tidak cepat bosan berada di sekolah. Guru yang selalu up to date mengikuti perkembangan ilmu dan teknologi serta informasi, sehingga apa yang disampaikan di dalam kelas senantiasa berkesan untuk peserta didiknya dan merangsang kreatifitas dan imajinasi anak.[11]
Guru adalah setiap orang yang dengan sengaja mempengaruhi orang lain untuk mencapai tingkat kemanusiaan yang lebih tinggi. Dalam Undang-Undang nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen, menyebutkan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.[12]
Guru adalah seorang yang seharusnya dicintai dan disegani oleh pesrta didiknya. Penampilannya dalam mengajar harus meyakinkan dan tindak tanduknya akan ditiru dan diikuti oleh peserta didik. Guru merupakan tokoh yang akan ditiru dan diteladani. Dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik, ia harus tahu cara memecahkan berbagai kesulitan dalam tugasnya sebagai pendidik.
Guru merupakan profesi yang mulia, mendidik dan mengajarkan pengalaman baru bagi peserta didik. Seorang guru yang berkepribadian baik akan memiliki sikap sebagai berikut:
a.    Mencintai peserta didik. Cinta yang tulus kepada peserta didik adalah modal awal mendidik. Guru menerima peserta didik apa adanya, mencintai tanpa syarat dan mendorong peserta didik untuk melakukan yang terbaik pada dirinya.
b.    Bersahabat dengan peserta didik dan menjadi teladan bagi peserta didik. Guru harus bisa digugu dan ditiru oleh peserta didik. Oleh karena itu, setiap apa yang diucapkan di hadapan peserta didik harus benar dari sisi apa saja, keilmuan, moral, agama, budaya. Cara penyampaiannyapun harus “menyenangkan” dan beradab.
c.    Mencintai pekerjaan guru. Guru yang mencintai pekerjaannya akan senantiasa bersemangat. Guru yang hebat tidak akan merasa bosan dan terbebani. Guru yang hebat akan mencintai peserta didiknya, memahami kemampuan akademisnya, kepribadiannya, dan kebiasaan belajarnya.
d.   Luwes dan mudah beradaptasi dengan perubahan. Guru harus terbuka dengan teknik mengajar baru, membuang rasa sombong dan selalu mencari ilmu. Ketika masuk kelas, guru harus dengan pikiran terbuka dan tidak ragu mengevaluasi gaya mengajarnya sendiri dan siap berubah jika diperlukan.
e.    Tidak pernah berhenti belajar. Dalam rangka meningkatkan profesionalitasnya guru harus selalu belajar dan belajar. Kebiasaan membaca buku sesuai dengan bidang studinya dan mengakses informasi aktual tidak boleh ditinggalkan.[13]

D.    Tanggung jawab Guru
Guru adalah orang yang bertanggung jawab mencerdaskan kehidupan peserta didik. Pribadi susila yang cakap adalah yang diharapkan ada pada diri setiap peserta didik. Tidak ada seorang guru yang mengharapkan peserta didiknya menjadi sampah masyarakat. Untuk itulah guru dengan penuh dedikasi dan loyalitas berusaha membimbing dan membina peserta didik agar di masa mendatang menjadi orang yang berguna bagi nusa dan bangsa.
Setiap guru meluangkan waktu demi kepentingan peserta didik. Bila suatu ketika ada peserta didik yang tidak hadir di sekolah, guru menanyakan kepada peserta didik yang hadir, apa sebabnya dia tidak hadir ke sekolah. Peserta didik yang sakit, tidak bergairah belajar, terlambat masuk sekolah, belum menguasai bahan pelajaran, berpakaian sembarangan, berbuat yang tidak baik, terlambat membayar uang sekolah, tidak punya pakaian seragam, dan sebagainya, semuanya menjadi perhatian guru.
Karena besarnya tanggung jawab guru terhadap peserta didiknya, hujan dan panas bukanlah menjadi penghalang bagi guru untuk selalu hadir di tengah-tengah peserta didiknya. Guru tidak pernah memusuhi peserta didiknya meskipun suatu ketika ada peserta didiknya yang berbuat kurang sopan pada orang lain. Bahkan dengan sabar dan bijaksana guru memberikan nasihat bagaimana cara bertingkah laku yang sopan dengan orang lain.
Hal itu dilakukan karena profesinya sebagai seorang guru adalah berdasarkan panggilan jiwa, maka bila guru melihat peserta didiknya senang berkelahi, meminum minuman keras, menghisap ganja, dan sebagainya guru merasa sakit. Siang atau malam memikirkan bagaimana caranya agar peserta didiknya itu dapat dicegah dari perbuatan yang kurang baik, asusila dan amoral.
peserta didik lebih banyak menilai apa yang guru tampilkan dalam pergaulan di sekolah dan di masyarakat daripada apa yang guru katakan, tetapi baik perkataan maupun apa yang guru tampilkan keduanya menjadi penilaian peserta didik. Jadi, apa yang guru katakan harus dipraktikkan pula dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, guru memerintahkan kepada peserta didik agar hadir tepat pada waktunya.
Bagaimana peserta didik mematuhinya sementara guru sendiri tidak disiplin dengan apa yang pernah dikatakan. Perbuatan guru yang demikian, mendapat protes dari peserta didik. Guru tidak bertanggung jawab atas perbuatannya. peserta didik akhirnya tidak percaya lagi kepada guru dan mereka cenderung menentang perintahnya. Inilah sikap dan perbuatan yang ditunjukkan oleh peserta didik.
Guru pada hakikatnya ditantang untuk senantiasa mengemban tanggung jawab moral dan tanggung jawab ilmiah agar kebudayaan nasional kita dapat bertahan identitasnya, disamping dapat berkembang atau progresif dalam kompetisinya dengan perkembangan budaya-budaya asing.
Dengan tanggung jawab moral, guru dituntut untuk dapat mengejawantahkan nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh masyarakat, bangsa dan negara dalam diri pribadi, karena nilai-nilai itu harus senantiasa terpadu dengan diri orang yang menanamkan pada nilai agar usaha itu berhasil. Ini sesuai dengan prinsip kesesuaian antara apa yang dikatakan (baik) dengan apa yang dilakukan baik.
Sedangkan tanggung jawab ilmiah, berkaitan dengan transformasi pengetahuan dan keterampilan yang saat ini menuntut guru senantiasa belajar untuk memperluas cakrawala dan perkembangan wawasan pengetahuannya sesuai dengan perkembangan-perkembangan yang mutakhir, disertai wawasan yang filosofis tentang pendidikan, sehingga pengambilan kebijakan atau keputusan dalam praktek pendidikan tidak meninggalkan makna hakikinya yaitu proses pemanusiaan manusia.
Dalam pembelajaran, guru sebagai pendidik berinteraksi dengan peserta didik yang mempunyai potensi beragam. Untuk itu, pembelajaran hendaknya lebih diarahkan pada proses belajar kreatif. Dalam kontek ini, guru lebih banyak berperan sebagai fasilitator daripada pengarah yang menentukan segala-galanya bagi peserta didik. Sebagai fasilitator guru lebih banyak mendorong peserta didik (motivator) untuk mengembangkan inisiatif dalam menjajagi tugas-tugas guru.  
Sesungguhnya guru yang bertanggung jawab memiliki beberapa sifat, yang menurut Wens Tanlain dan kawan-kawan (1983) adalah:
a.    Menerima dan mematuhi norma, nilai-nilai kemanusiaan
b.    Memikul tugas mendidik dengan bebas, berani, gembira, (tugas bukan menjadi beban baginya)
c.    Sadar akan nilai-nilai yang berkaitan dengan perbuatannya serta akibat-akibat yang timbul (kata hati)
d.   Menghargai orang lain, termasuk peserta didik
e.    Bijaksana
f.     Takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa[14]
Jadi, guru harus bertanggung jawab atas segala sikap, tingkah laku, dan perbuatannya dalam rangka membina jiwa dan watak peserta didik. Dengan demikian, tanggung jawab guru adalah untuk membentuk peserta didik agar menjadi orang bersusila yang cakap, berguna bagi agama, nusa, dan bangsa di masa yang akan datang.
Tanggung jawab guru dalam menuntut peserta didik belajar yang terpenting adalah merencanakan dan melakukan kegiatan-kegiatan belajar guna mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang diinginkan. Maka untuk mencapai cita-cita ideal tersebut dan agar pengajarannya berhasil, ada beberapa hal yang harus dilakukan oleh guru yaitu:
a.    Mempelajari setiap peserta didik di kelasnya
b.    Merencanakan, menyediakan, dan menilai bahan-bahan belajar yang akan dan / telah diberikan
c.    Memilih dan menggunakan metode mengajar yang sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai, kebutuhan dan kemampuan peserta didik dan dengan bahan-bahan yang akan diberikan
d.   Memelihara hubungan pribadi seerat mungkin dengan peserta didik
e.    Menyediakan lingkungan belajar yang serasi
f.     Membantu peserta didik dalam memecahkan berbagai masalah
g.    Mengatur dan menilai kemajuan belajar peserta didik
h.    Membuat catatan-catatan yang berguna dan menyusun laporan pendidikan
i.      Mengadakan hubungan dengan orang tua peserta didik secara kontinu dan penuh saling pengertian
j.      Mengadakan hubungan dengan masyarakat secara aktif dan kreatif guna kepentingan para peserta didik
                             Namun demikian, menjadi catatan bagi guru bahwa tanggung jawab guru tidak hanya menuangkan ilmu pengetahuan ke dalam otak speserta didik. Tapi yang terpenting adalah membentuk jiwa dan watak peserta didik. Sebab pendidikan dilakukan tidak semata-mata dengan perkataan, tetapi dengan sikap, tingkah laku, dan perbuatan.
                 Peserta didik lebih banyak menilai apa yang guru tampilkan dalam pergaulan di sekolah dan di masyarakat daripada apa yang guru katakan, tapi baik perkataan maupun apa yang guru tampilkan, keduanya menjadi penilaian peserta didik. Oleh karena itu, apa yang dikatakan guru hendaknya dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari. Guru harus selalu menunjukkan sikap yang dapat diteladani oleh peserta didik.



PENUTUP
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kepribadian dan tanggungjawab guru merupakan kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang guru. Dengan memiliki kepribadian yang mantap, maka seorang guru akan menjadi teladan yang baik bagi peserta didiknya. Peserta didikpun tidak segan untuk meneladaninya.
Guru sebagai teladan bagi peserta didik harus memiliki kepribadian yang utuh yang dapat dijadikan tokoh panutan idola dalam seluruh segi kehidupannya. Karenanya guru harus senantiasa berusaha memilih dan melakukan perbuatan yang positif agar dapat mengangkat citra baik dan kewibawaannya, terutama di depan peserta didiknya.
Seorang guru yang memiliki kepribadian yang baik, maka dalam dirinya terdapat pula rasa tanggungjawab yang besar. Tanggungjawab untuk menjadikan peserta didik cerdas dalam segala aspek, baik yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif, maupun psikomotor. Dengan demikian, peserta didik akan memiliki kemampuan yang sempurna dan tujuan dari pembelajaran akan tercapai secara maksimal.
Oleh karena itulah maka kepribadian bagi seorang guru memiliki peran yang sangat vital baik terkait dengan bagaimana karakteristik kepribadian guru itu sendiri maupun dalam proses kegiatan belajar mengajar. Kepribadian guru yang mantap dari sosok seorang guru tentunya akan memberikan keteladanan tersendiri baik terhadap peserta didiknya maupun pada masyarakatnya, sehingga seorang guru mestinya juga bisa tampil sebagai sosok yang patut “digugu” (ditaati nasihat, ucapan, atau perinthnya) serta bisa “ditiru” yaitu dicontoh sikap dan perilakunya dalam kehidupan sehari-hari.



DAFTAR PUSTAKA

Al Mas’udi, Hafidz Hasan. Taisirul Kholaq fi ‘ilmil Akhlaq: Adabul Mu’allim. Surabaya: Al Miftah
B. Uno, Hamzah. 2009. Mengelola Kecerdasan dalam Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara
Majid, Abdul. 2011. Perencanaan Pembelajaran (Mengembangkan Standar Kompetensi Guru). Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Mulyasa, H.E. 2012. Manajemen Pendidikan Karakter. Jakarta: Bumi Aksara
Muslich, Masnur. 2011. Pendidikan Karakter: menjawab tantangan krisis multidimensional. Jakarta: Bumi Aksara
Nurfuadi. 2012. Profesionalisme Guru.Purwokerto: STAIN Pres
Ornstein, C. Allan, Francis P. Hunkins. 2004. Curriculum Foundations, Principles, and Issues, Fourth Edition. America: United State
Sa’ud, Udin Syaefudin. 2011. Pengembangan Profesi Guru. Bandung: Alfabeta
Siswoyo, Dwi dkk. 2008. Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: UNY Pres
Yusuf, Syamsu, A. Juntika Nurihsan. 2011. Teori Kepribadian. Bandung: PT Remaja Rosdakarya


[1] Nurfuadi. Profesionalisme Guru.(Purwokerto: STAIN Pres, 2012), hlm. 79
[2] Syamsu Yusuf, A. Juntika Nurihsan. Teori Kepribadian. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), hlm. 3
[3] Syamsu Yusuf, A. Juntika Nurihsan. Teori Kepribadian. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), hlm. 4
[4] Syamsu Yusuf, A. Juntika Nurihsan. Teori Kepribadian. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), hlm. 12-14
[5] Allan C. Ornstein, Francis P. Hunkins, Curriculum Foundations, Principles, and Issues, Fourth Edition. (America: United State, 2004), hlm. 285
[6] Abdul Majid. Perencanaan Pembelajaran (Mengembangkan Standar Kompetensi Guru). (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), hlm. 126
[7] Hafidz Hasan Al Mas’udi. Taisirul Kholaq fi ‘ilmil Akhlaq: Adabul Mu’allim. (Surabaya: Al Miftah), hlm.5
[8] Nurfuadi. Profesionalisme Guru.(Purwokerto: STAIN Pres, 2012), hlm. 56
[9] Nurfuadi. Profesionalisme Guru.(Purwokerto: STAIN Pres, 2012), hlm. 58-59
[10] Nurfuadi. Profesionalisme Guru.(Purwokerto: STAIN Pres, 2012), hlm. 56
[11] Nurfuadi. Profesionalisme Guru.(Purwokerto: STAIN Pres, 2012), hlm. 57-58
[12] Dwi Siswoyo, dkk. Ilmu Pendidikan. (Yogyakarta: UNY Pres, 2008), hlm. 119
[13] Masnur Muslich. Pendidikan Karakter: menjawab tantangan krisis multidimensional. (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), hlm. 56-57
[14] Nurfuadi. Profesionalisme Guru.(Purwokerto: STAIN Pres, 2012), hlm. 68

Tidak ada komentar:

Posting Komentar