Tafsir
Hadist Tarbawi
Mu’min Kuat Lebih Dicintai Allah, Bersemangat Terhadap Hal yang Bermanfaat
ــ حدّثنا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَ ابْنُ
نُمَيْرٍ. قَالاَ: حَدَّثَنَا عَبْدُ اللّهِ بْنُ إِدْرِيسَ عَنْ رَبِيعَةَ بْنِ
عُثْمَانَ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ يَحْيَىٰ بْنِ حَبَّانَ عَنِ الأَعْرَجِ عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللّهِ : «الْمُؤْمِنُ الْقَوِيُّ خَيْرٌ
وَأَحَبُّ إِلَىٰ اللّهِ مِنَ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ. وَفِي كُلَ خَيْرٌ. احْرِصْ
عَلَىٰ مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللّهِ. وَلاَ تَعْجِزْ. وَإِنْ أَصَابَكَ
شَيْءٌ فَلاَ تَقُلْ: لَوْ أَنِّي فَعَلْتُ كان كذا وكذا لم يُصبني كذا. وَلٰكِنْ
قُلْ: قَدَرُ اللّهِ. وَمَا شَاءَ فَعَلَ. فَإِنَّ لَوْ تَفْتَحُ عَمَلَ
الشَّيْطَان.(رواه مسلم)
Rasulullah Saw. bersabda, “Orang mukmin yang kuat lebih
baik dan lebih dicintai oleh Allah Swt. daripada orang mukmin yang lemah. Pada
masing-masing memang terdapat kebaikan. Capailah dengan sungguh-sungguh apa
yang berguna bagimu, mohonlah pertolongan kepada Allah dan janganlah kamu
menjadi orang yang lemah. Apabila kamu tertimpa suatu kemalangan, maka
janganlah kamu mengatakan, ‘Seandainya tadi saya berbuat begini dan begitu,
niscaya tidak akan menjadi begini dan begitu.’ Tetapi katakanlah, ‘lni sudah
takdir Allah dan apa yang dikehendaki-Nya pasti akan dilaksanakan-Nya.’ Karena
sesungguhnya ungkapan kata 'law' (seandainya) akan membukakan jalan bagi godaan setan.’” (HR. Muslim, Ibnu Majah dan Imam Ahmad)
Mutiara Hadits
1. Yang dimaksud dengan
kekuatan di sini adalah kemauan yang keras, semangat yang tinggi, dan
kecerdasan pikiran. Tentu saja semua itu bersumber dari tubuh yang sehat.
Disebutkan dalam pepatah: “Akal yang sehat terdapat dalam tubuh yang sehat.”
Adapun fisik yang kuat disertai
dengan kekosongan jiwa, kemauan yang lemah, tidak semangat, bebal dan tidak
berperasaan, maka semua itu tidak dimaksud dalam hadits ini. Sebab bagaimana
mungkin Allah mencintai orang-orang dengan sifat seperti ini, padahal telah
dihancurkan orang-orang dari kaum yang kuat perkasa pada masa lampau ketika
mereka membangkang dari hukum-Nya, menolak manhaj-Nya, dan lebih memilih
kehidupan dunia.
2. Kekuatan dengan makna
seperti ini memiliki kedudukan yang mulia dan agung dalam Islam. Sebab ia
adalah satu-satunya jalan untuk melaksanakan kewajiban jihad yang merupakan puncak
agama ini. Bahkan itu adalah satu-satunya jalan bagi seorang muslim untuk
berkomitmen dengan keislamannya secara sempurna.
Bahkan itu termasuk salah satu
perintah Allah Swt. “Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu
sanggupi.” (Al-Anfaal: 60)
Sedangkan
Rasulullah Saw. seringkali berlindung dari hal-hal yang menyebabkan kelemahan,
“.... dan aku berlindung kepada-Mu dari kelemahan dan kemalasan...” (HR. Bukhari dan Muslim)
3.
Manfaat kekuatan: timbulnya keberanian untuk amar makruf dan nahi mungkar tanpa
ada rasa takut atau basa-basi, cinta jihad, sabar menerima gangguan,
terlaksananya syiar-syiar agama, seperti shalat, zakat, puasa, haji, membaca
Al-Qur’an, dzikir dan doa, istighfar, sedekah sunnah dan semacamnya disertai
dengan semangat dalam menjalankannya.
4.
Cara-cara mendapatkan kekuatan:
-
Ikhlas kepada Allah dalam perkataan, tindakan dan pikiran. Siapa yang
menyerahkan dirinya kepada Allah, Allah akan menolongnya dan senantiasa
bersamanya serta tidak pernah meninggalkannya.
-
Tidak bergantung kepada kekuatan siapapun bahkan kepada dirinya, selain kepada
kekuatan dan bantuan Allah. Rasulullah Saw. bersabda, “Perbanyaklah mengucapkan laa
haula wa laa quwwara illa billah, sesungguhnya
ia adalah salah satu perbendaharaan surga.”
-
Tidak merasa lemah, sebab siapa yang merasa lemah ia akan kehilangan
kepercayaan diri dan malas untuk melakukan hal-hal yang bermanfaat. Inilah yang
disebutkan dalam sabda Rasulullah Saw., “dan janganlah kamu menjadi
orang yang lemah.”
-
Selalu mengerjakan hal-hal yang bermanfaat dan berguna. Sebagaimana sabda
Rasulullah Saw. dari hadits di atas, “Capailah dengan sungguh-sungguh
apa yang berguna bagimu.”
- Menjaga hal-hal yang
diwajibkan dan memperbanyak ibadah sunnah.
- Hidup sederhana dan kerja
keras.
- Mempelajari sejarah para
pendahulu.
- Mendatangi majelis ilmu,
karena hal itu bisa menunjukkan kelemahan-kelemahan dirinya sehingga ia bisa
memperbaikinya.
- Berteman dengan orang-orang
shalih.
- Menjauhi maksiat dan
perbuatan jahat, sebab hal itu membahayakan tubuh dan akal, bahkan agama.
- Melakukan olah raga yang
menguatkan fisik.
5. Pentingnya menutup pintu
bagi setan yang senantiasa melemahkan semangat, yaitu dengan tidak mendengarkan
was-was di hatinya, meskipun dengan kata “seandainya” sebagai penyesalan yang
tidak berguna atas terjadinya musibah atau ujian, tapi hendaknya ia
mengucapkan, “Itu semua adalah takdir dan kehendak Allah.”
(Diterjemahkan dari buku Taujiihaat Nabawiyah ‘ala ath-Thariq, DR. Sayyid Muhammad Nuh)
Beberapa pelajaran penting dari hadits
1. Kekuatan iman
Sifat kuat yang dimaksud disini kembali kepada penyebutan Mukmin, yaitu
keimanan yang kuat. Pada asalnya kekuatan fisik bukanlah hal yang terpuji atau
tercela, akan tetapi jika kekuatan fisik ini dapat mendukung kuatnya iman maka
sempurnalah kekuatannnya.
2. Allah memiliki sifat cinta
Karena Allah mencintai orang beriman dengan keimanan yang
lebih kuat.
3. Masing-masing mu’min yang kuat ataupun yang lemah memiliki kebaikan
Seseorang yang memiliki keimanan walaupun lemah masih
lebih baik daripada orang kafir bagaimanapun baiknya orang kafir tersebut.
4. Memohon pertolongan kepada Allah
Seharusnya seorang mu’min tidak menggantungkan
keberhasilan urusan dunia atau akhiratnya hanya kepada kemampuan dirinya saja
tanpa memohon pertolongan kepada Allah.
5. Meyakini taqdir Allah
Apabila sesuatu yang kita rencanakan tidak berjalan
sebagaimana mestinya, maka kita tidak boleh mengatakan “Kalau aku mengerjakan
ini, pasti hasilnya akan begini dan begini”. Karena ucapan yang demikian dapat
membuka pintu dari syaithan. Akan tetapi kita diperintahkan untuk mengatakan “Qodarulloh wa maa syaa’a fa’al”. Telah ditakdirkan
oleh Allah dan apa yang Dia kehendaki pasti terjadi. Karena belum tentu hal
yang kita sukai baik bagi kita.
Hadist tentang perlunya
keterampalian sebelum berperang
- حدثنا سعيد
بن منصور ثنا عبد الله بن وهب قال أخبرني عمرو بن الحارث عن أبي علي ثمامة بن شفي
الهمداني أنه سمع عقبة بن عامر الجهني يقول
Y سمعت رسول الله صلى الله عليه و سلم وهو على المنبر يقول " { وأعدوا لهم ما استطعتم من قوة } ألا إن القوة الرمي ألا إن القوة الرمي ألا إن القوة الرمي " . K صحيح
Y سمعت رسول الله صلى الله عليه و سلم وهو على المنبر يقول " { وأعدوا لهم ما استطعتم من قوة } ألا إن القوة الرمي ألا إن القوة الرمي ألا إن القوة الرمي " . K صحيح
Uqbah Ibnu Amir Radliyallaahu 'anhu berkata: Aku mendengar Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam di atas mimbar membaca (artinya = Dan siapkanlah kekuatan dan pasukan berkuda untuk menghadapi mereka sekuat tenagamu-ayat, ingatlah bahwa kekuatan itu adalah memanah, ingat bahwa kekuatan itu adalah memanah." Riwayat Muslim, Abu dawud
I. URGENSI
TADRIB ASYKARY
Nabi saw,
bersabda: “Hampir-hampir saja kalian dikeroyok dari segala penjuru oleh umat
lain seprti orang-orang kelaparan mengerumuni tempat makannanya.” Kami
bertanya, ‘Ya rasulullah apakah hari itu kami minoritas?” rasulullah menjawab,
‘Pada hari tersebuit kalian mayoritas, tapi kalian buih, seperti buih
ombak........
Nabi saw
bersabda; Bila kalian berjual beli dengan cara `inah, mengikuti ekor sapi,
ridha dengan pertanian dan kalian tinggalkan jihad, maka Allah akan stimpakan
kepada kalian kehinaan yang tidak akan dicbut kecuali jika kalian kembali
kepada agama kalian.” (Abu Dawud dari Ibnu Uamr dengan sanad hasan dishahihkan
oleh Al-Bani)
Dua hadist
diatas bermakna sama, yaitu mensifati kondisi umat hari ini yang cendrung
mencintai dunia dan takut akan kematian serta mencampakkan jihad. Akibatnya,
Allah menimpakan penguasaan orang-orang kafir kepada mereka yang menindas dan
bertindak sewenang-wenang. Inilah hukuman yang telah ditentukan oleh sebab
meninggalkan jihad, Allah telah jelaskan dalam firmannya:
“Hai orang-orang yang beriman, apakah sebabnya apabila dikatakan kepada
kamu: ‘Berangkatlah (untuk berperang) pada jalan Allah’. Kamu merasa berat dan
ingin tinggal ditempatmu? Apakah kamu puas dengan kehidupan di dunia sebagai
ganti kehidupan di akherat? Padahal kenikmatan di dunia ini (dibanding dengan
kehidupan) diakherat hanyalah sedikit. Jika kamu tidak berangkat untuk
berperang, niscaya Allah menyiksa kamu dengan siksa yang pedih dan digantinya
(kamu) dengan umat yang lain, dan kamu tidak akan dapat memberi kemudharatan
kepada-Nya sedikitpun. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (At-Taubah:
38-39)
Arti dari
azab yang pedih dalam ayat tersebut adalah ‘azab kehinaan’ seperti yang
disebutkan dalam hadist Ibnu Umar dan ‘azab penguasaan orang-orang kafir yang
mengeroyok kita’ sepeti disebutkan hadist Tsauban.
Solusi final dari keadaan ini ialah mengikuti petunjuk yang telah Rasulullah saw kabarkan yaitu, ‘Sampai kalian kembali kepada agama kalian’. Maksud dari kembali kepada agama kalian ialah kembali menegakkan ibadah jihad seperti yang telah disebutkan pada awal hadist. Pemahaman ini bersesuaian dengan ayat:
Solusi final dari keadaan ini ialah mengikuti petunjuk yang telah Rasulullah saw kabarkan yaitu, ‘Sampai kalian kembali kepada agama kalian’. Maksud dari kembali kepada agama kalian ialah kembali menegakkan ibadah jihad seperti yang telah disebutkan pada awal hadist. Pemahaman ini bersesuaian dengan ayat:
“Dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagai mana merekapun
memerangi kamu semuanya; dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang
yang bertakwa.” (At-Taubah: 36)
“Dan perangilah mereka, supaya jangan ada fitnah dan supaya agama itu
semata-mata bagi Allah.” (Al-anfal: 39)
Tidak
diragukan lagi bahwa perintah Rabbani ini menyisakkan pertanyaan; bagaimana
metode kita melaksanakan perintah ini, sedangkan kita (muslimin) telah mencapai
suatu taraf kondisi yang lemah, perpecahan dan fitnah?
Kami jawab
dengan fatwa dari Ibnu Taimiyah: Wajibnya mempersiapkan kekuatan untuk berjihad
dengan persiapan kekuatan dan menambatkan kuda dikala jihad tidak dikerjakan
karena lemah, maka sesungguhnya sesuatu yang tidak bisa sempurna kecuali
dengannya, maka sesuatu tersebut menjadi wajib. (Majmu` fatawa : 28/259)
I`dad
memiliki dua bentuk cakupan: I`dad imani yaitu pembekalan ilmu syar`i dan tazkiyatun
nafs (“Yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan
mengajarkan kepada mereka Kitab dan hikmah”; Al-jum`ah: 2) serta i`dad materi
(madhi) dengan jalan mempersiapkan segala kekuatan, training untuk membentuk
suatu kekuatan dan pendanaan fi sabilillah.
Sebelum
kami membahas tentang i`dad imani, kami akan mentelaah cakupan dari i`dad
materi terlebih dahulu yang merupakan sebab ditulisnya buku ini.
Allah berfirman: “Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah, musuhmu dari orang-orang selain mereka yang kemu tidak mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalasi dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya.” (Al-Anfal: 60)
Allah berfirman: “Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah, musuhmu dari orang-orang selain mereka yang kemu tidak mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalasi dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya.” (Al-Anfal: 60)
Tafsir
ayat ini djelaskan oleh hadist riwayat Ibnu Amir ra. Yang berkata;”Aku
mendengar Rasulullah saw diatas mimbar besabda; ‘Dan siapkanlah untuk
menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi, ingatlah sesungguhnya
kekuatan itu melempar, ingatlah sesungguhnya kekuatan itu melempar, ingatlah
sesungguhnya kekuatan itu melempar’.” (Muslim)
Tafsiran
ayat ini merupakan nash yang jelas atas perselisihan pendapat antara yang
mengatakan bahwa maksud i`dad adalah persiapan untuk jihad dengan jalan
mengadakan training persenjataan dan yang mengatakan bahwa i`dad adalah
tarbiyah dan tazkiyah. Bayan dari hadist tersebut menunjukkan ‘kekuatan’ yang
Allah perintahkan untuk menyusunnya merupakan kekuatan material berupa
bermacam-macam persenjataan (khususnya) dengan sistem melempar beserta training
menggunakkannya. Hal ini adalah sesuatu yang tidak boleh dilalaikan oleh
seorang muslim sebagaimana yang akan kami jelaskan pada bab Hukum Tadrib.
Sedangkan
tarbiyah dan tazkiyah termasuk pembahasan i`dad imani, hukumnya adalah wajib
yang akan kami jelaskan sekanjutnya. Terlebih camp pelatihan dan medan-medan
jihad bila baik pengaturannya merupakan sebaik-baik tempat untuk mentarbiyah
seseorang yang akan menyingkap kebiasaan serta kelakuan harian disebabkan oleh
lamanya pergaulan, perselisihan yang terjadi dan jauhnya perjalanan. Insya
Allah kita akan membahas lebih banyak permasalan ini.
Maka tidak
ada keraguan lagi tentang pentingnya pengadaan i`dad imani dengan madhi.
Sedangkan mengalihkan makna i`dad dalam ayat tersebut dengan membatasinya
dengan makna i`dad imani saja atau menjadikan i`dad imani sebagai alasan untuk
tidak melakukan i`dad madhi dan training, merupakan pendapat yang ditolak oleh
nash Al-Qur`an dan hadist dan kami dengan pemikiran itu pun tidak ridha.
Kesimpulannya: Sesungguhnya kepentingan tadrib askary merupakan suatu bentuk dari salah satu prasarana untuk mempersiapkan jihad. Adapun jihad itu sendiri merupakan solusi final untuk lepas dari murka Allah SWT, dan bebas dari kehidupan yang menghinakan, menyengsarakan yang menyelimuti di zaman ini.
Kesimpulannya: Sesungguhnya kepentingan tadrib askary merupakan suatu bentuk dari salah satu prasarana untuk mempersiapkan jihad. Adapun jihad itu sendiri merupakan solusi final untuk lepas dari murka Allah SWT, dan bebas dari kehidupan yang menghinakan, menyengsarakan yang menyelimuti di zaman ini.
II. HUKUM
TADRIB ASKARY BAGI MUSLIMIN
Hukumnya
adalah wajib bagi setiap muslim mukalaf bukan golongan yang dibenarkan mendapat
udzur (halangan) syar`i, dan tadrib askary merupakan muqadimah awal dari
muqadimah-muqadimah jihad yang lain. Dalil-dalil yang menunujukkan kewajiban
ini ialah:
1.
Sebagaimana dimaklumi dalam kitab-kitab fiqh bahwa jihad dapat mencapai drajat
fardhu `ain atas setiap muslim, seperti yang diungkapkan oleh Ibnu Qadamah
Al-Hambali dalam kitab Al-Mughni sebagai berikut;
Jihad menjadi fardhu `ain dalam tiga kondisi;
Jihad menjadi fardhu `ain dalam tiga kondisi;
Pertama,
Bila dua pasukan bertemu atau berhadapan diharamkan bagi para prajurit untuk
mundur, berdasarkan dalil; “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu
memerangi pasukan (musuh), maka beteguh hatilah kamu dan sebutlah (nama) Allah
sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung. Dan Taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya
dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan
hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah berserta orang-orang yang
sabar.” (Al-Anfal: 45-46)
“Hai
orang-orang yang beriman, apabila kamu bertemu dengan orang-orang yang kafir
yang sedang menyerangmu, maka janganlah kamu membelakangi mereka (mundur).
Barangsiapa yang membelakangi mereka (mundur) di waktu itu, kecuali berbelok
untuk (siasat) perang atau hendak menggabungkan diri dengan pasukan yang lain,
maka sesungguhnya orang itu kembali dengan membawa kemurkaan dari Allah, dan
tempatnya ialah neraka jahannam. Dan amat buruklah tempat kembalinya.”
(Al-Anfal: 15-16)
Kedua,
Wajib `ain atas semua muslimin untuk memerangi dan mengusir orang-orang kafir
yang menduduki negerinya.
Ketiga, Bila Imam menunjuk suatu kaum (kelompok) untuk mengadakan operasi militer, wajib bagi mereka untuk mematuhinya. Berdasar firman Allah: “Hai orang-orang yang beriman, apakah sebabnya apabila dikatakan kepada kamu: ‘Berangkatlah (untuk berperang) pada jalan Allah’. Kamu merasa berat dan ingin tinggal ditempatmu?” serta ayat sesudahnya. Nabi saw, bersabda: “Bila kalian diperintah untuk maju maka majulah.” (Muttafaq alaih) Lihat Kitab Al-Mughni Syarhul Kabir 10/365-366.
Ketiga, Bila Imam menunjuk suatu kaum (kelompok) untuk mengadakan operasi militer, wajib bagi mereka untuk mematuhinya. Berdasar firman Allah: “Hai orang-orang yang beriman, apakah sebabnya apabila dikatakan kepada kamu: ‘Berangkatlah (untuk berperang) pada jalan Allah’. Kamu merasa berat dan ingin tinggal ditempatmu?” serta ayat sesudahnya. Nabi saw, bersabda: “Bila kalian diperintah untuk maju maka majulah.” (Muttafaq alaih) Lihat Kitab Al-Mughni Syarhul Kabir 10/365-366.
Dari
keterangan tadi jelas bahwa hukum jihad hari ini tipis sekali untuk tidak bisa
dikatakan fardhu `ain khususnya pasal kedua (bila orang kafir menguasai negeri
muslimin). Hampir seluruh negeri muslimin hari ini dikuasai oleh kafirin dan
undang-undang mereka yang ditegakkan atasnya baik dengan penguasaan penjajahan
(kolonialisme) maupun dengan pemerintahan muslim yang diisi oleh agen-agen dan
aturan mereka. Maknanya, bila jihad menjadi fardhu `ain berarti meninggalkannya
adalah suatu dosa besar (kabair) disimpulkan dari dalil-dalil yang berisi
ancaman meninggalkannya.
Kewajiban tadrib
askary menjadi terang sekarang karena sebab suatu kondisi untuk mempersiapkan
jihad yang sewaktu-waktu dapat dimungkinkan hukumnya menjadi fardhu `ain atas
setiap inividu muslim, qaidah fikh menyatakan sesuatu yang tidak bisa sempurna
kecuali dengannya, maka sesuatu tersebut menjadi wajib.
2. Firman
Allah: “Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu
sanggupi.” Dengan hadist dari Uqbah bin Amir diriwayatkan secara marfu`:
“Ingatlah sesungguhnya kekuatan itu ada pada melempar.”
Perintah
ini diungkapkan tanpa adanya suatu dalil lain yang menunjukkan bahwa perintah
itu bersifat sunah (mandub), artinya bila pelaksanaan i`dad dihukumi wajib maka
secara otomatis pelaksanaan tadrib hukumnya juga menjadi wajib sebab tadrib
adalah bagian penting dari i`dad.
As-Shan`any
dalam menjelaskan hadist tersebut berkata: Yang dapat diambil dari hadits yang
menafsirkan kata ‘kekuatan’ pada ayat itu adalah melempar dengan panah karena
panah merupakan tehnologi melempar yang baru ada dizaman nubuwah, hal ini
berarti termasuk menembak . Hadist ini juga menjelaskan tentang syareat tadrib
karena i`dad sesungguhnya hanya dapat dilakukan dengan usaha pelatihan yang
keras, bila cara menembak tidak baik belum bisa dikatakan suatu kekuatan.
(Subulus Salam 4/1374 hadist 1236)
3. Firman
Allah: “Dan jika mereka mau berangkat, tentulah mereka menyiapkan persiapan
untuk keberangkatan itu, tetapi Allah tidak menyukai pemberangkatan mereka,
maka Allah melemahkan keinginan mereka, dan dikatakan kepada mereka: ‘Tinggallah
kamu bersama orang-orang yang tinggal itu’.” (At-Taubah: 46).
Allah
menjadikan hal meningalkan persiapan untuk jihad (diantaranya tadrib) sebagai
sifat munafiqin. Ayat ini memperkuat pendapat kami tentang perintah “Dan
siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi.” ,
merupakan perintah wajib `idad oleh sebab dicelanya bagi orang yang
meninggalkannya. Lebih gamblang lagi bila menyimak sebuah hadist saw
:”Barangsiapa mati sedangkan ia belum pernah maju perang dan belum pernah sekalipun
membincangkan tentang perang, maka ia mati dalam salah satu cabang
kemunafikan.” (Muslim dari Abu Hurairah) Juga sabda saw : “Sesiapa saja yang
pernah berlatih memanah kemudian melupakannya bukanlah termasuk golongan kami
atau dia telah bermaksiyat.” (Muslim dari Uqbah bin Amir) Imam Nawawi
mengatakan: Hadist ini sebagai peringatan keras bagi orang yang telah
mempelajari memanah kemudian melupakannya, hukumnya sangat-sangat makruh bagi
yang meninggalkanya tanpa uzdur.
Saya
berkata: Jika dalil ini merupakan peringatan keras bagi orang yang pernah
belajar memanah kemudian tidak melatihkannya selalu dan akhirnya lupa, lalu
bagaimana dengan yang sama sekali tidak pernah belajar?
Masih
banyak lagi nash lain yang menjabarkan pentingnya i`dad namun kami cukupkan
sampai disini sebagai tutorial singkat. Intinya, tadrib askary berupakan suatu
kewajiban bagi setiap muslim mukalaf yang tidak mempunyai udzur syar`i.
Lebih
lanjut Ustadz Syeith Khathab dalam Kitab Al-Askariyah Islamiyah menulis:
(Pengadaan training persenjataan) tidak terbatas pada satu senjata saja tapi
dilakukan atas bermacam-macam senjata. Training senjata merupakan training
ringan yang harus dibiasakan dan training inillah yang ditunjuk untuk
menguasainya dengan baik. Seorang prajurit yang terlatih dengan baik adalah
yang mampu menggunakan senjatanya dengan lincah sedang prajurit yang tidak
terlatih baik tidak dapat memenfaatkan senjatanya sebgaimana mestinya. Prajurit
terlatih akan dengan mudah mengalahkan prajurit biasa dalam suatu latihan –sampai
pada perkataan beliau – Orang-orang Arab sabelum kedatangan Islam berlatih
menggunakan senjata tetapi tidak dibiasakan bahkan diantra mreka ada yang tidak
dapat menggunakannnya. Ketika Islam muncul, agama memerintahkan untuk
membiasakan pelatihan dan menggalakkannya sebab jihad mewajibkan bagi setiap
muslim untuk menguasai persenjataan. Maka seluruh kaum muslimin berperan
sebagai tentara di barisan pasukan muslimin, berjihad fi sabilillah untuk untuk
meninggikan kalimat Allah sebagai kalimat tertinggi. Dijumpai banyak hadist
yang menggalakkan untuk melatih memanah – sampai pada perkataan beliau – Telah
bersabda Rasulullah saw “Sesiapa saja yang pernah berlatih memanah kemudian
melupakannya bukanlah termasuk golongan kami.” (Ahmad) Dan sejarah telah mencatat
betapa banyaknya para Imam agama dan ulama senantiasa membiasakan diri berlatih
memanah walaupun usia mereka telah tua diantaranya adalah Ahmad bin Hanbal.
Bila manusia bertanya-tanya atau heran dengan apa yang mereka perbuat, mereka
akan menjawab dengan hadist syarif tadi. (Al-Askariyah Al-Arabiyah Al-Islamiyah
hal 146-149)
Saya
katakan: Diantara para imam lain yang senantiasa berlatih panah sampai tua
adalah sahabat Uqbah bin Amir periwayat hadist tersebut. Hadist ini beliau
ucapkan ketika perowiy hadist lain terheran-heran melihat beliau berlatih
memanah dihari tuanya.
III. SIAPA YANG TERKENA KEWAJIBAN TADRIB?
Ibnu
Qadamah Al-Hanbali berkata: Syarat orang yang terkena kewaiban jihad ada tujuh
yaitu Islam, baligh, berakal, merdeka, laki-laki, tidak cacat yang fatal dan
adanya biaya. (Al-Mughni 10/366) Kemudian beliau menambahkan syarat; adanya
izin orang tua dan izin orang yang berhutang kepada yang menghutangi.
(Al-Mughni 10/381). Wal hasil terkumpul sembilan syarat.
Saya
katakan: Syarat ini berlaku dalam keadaan jihad fardhu kifayah, bila jihad naik
menjadi fardhu `ain maka gugurlah empat syarat yaitu, merdeka, laki-laki, izin
orang tua dan izin orang yang berhutang. Jadi syarat jihad fardhu `ain hanya
ada lima saja; Islam, balihg, berakal, selamat dari cacat fatal serta adanya
biaya. Inipun persyaratan adanya biaya akan gugur bila musuh menyerang kedalam
negeri.
Semua ketentuan ini teloah ditetapkan oleh para fuqaha berbagai madzhab
yang diakui, mislanya dari kalangan madzhab Hanafi Alauddin Al-Kasani yang
berfatwa: Bila seruan perang dikumandangkan oleh sebab invansi musuh kedalam
negeri artinya fardhu `ain, wajib bagi setiap kepala muslim yang memenuhi
syarat untuk maju berdasarkan firman Allah, “Berangkatlah kamu baik dalam
keadaan merasa ringan ataupun merasa berat.” (Taubah 41). Maka berperanglah
budak tanpa izin tuannya, istri tanpa izin suaminya, dan juga anak tanpa izin
orang tuanya. (Nihayatul Muhtaj 8/85) Fatwa-fatwa yang mendukung hal ini banyak
sekali.
How much is Vegas Hotel & Casino? (MapYRO
BalasHapusLas Vegas Hotel & Casino is located at 4.4 mi from 부산광역 출장안마 the main Strip 고양 출장안마 entrance and 창원 출장안마 is 양산 출장안마 5.6 mi from Fremont 울산광역 출장마사지 Street Experience.